Jumat, 05 Juli 2013

Berbahasa Sesuai Dengan Ranah Pemakaiannya

Ricky Alfiansyah (19110753)

Satu bahasa bisa mempunyai beberapa ragam bahasa dengan ranah pemakaiannya masing-masing. Sebagai contoh sederhana adalah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia mempunyai banyak ragam (varian) yang dipakai sesuai konteksnya. Misalnya untuk acara kenegaraan atau keperluan akademis kita menggunakan bahasa Indonesia baku. Sementara untuk keperluan sehari-hari, bahasa Indonesia yang kita pakai bersifat tidak baku (informal) dan sering kali dipengaruhi oleh bahasa daerah masing-masing. Kedua ragam tersebut dipakai bersamaan, beriringan dalam kehidupan dan mempunyai fungsi masing-masing.

Jika ragam informal dari bahasa Indonesia pada akhirnya berkembang. Hal ini merupakan hasil kreasi penutur bahasa yang hakikatnya memang penuh inovasi. Maka lahirlah bahasa gaul, bahasa alay, yang kesemuanya adalah ragam informalnya bahasa Indonesia. Karena dalam ranah bahasa baku untuk akademis dan kenegaraan penuturnya tidak bisa berkreasi karena dibatasi aturan-aturan dan kebakuan, maka sangat wajar jika dalam ranah informal, penutur bahasa berkreasi, dan tidak terkecuali dalam bahasa Indonesia.

Penutur bahasa itu pada dasarnya memang senang berkreasi dengan tuturannya. Dalam ranah informal kebebasan untuk berkreasi dapat terpenuhi oleh penutur bahasa. Dan kita juga harus kembali pada hakikat manusia berbahasa, salah satunya untuk menyampaikan pesan. Aturan yang membatasi ragam informal adalah upaya untuk menyampaikan pesan yang dimaksud penutur kepada lawan tuturnya. Selama keduanya dapat saling memahami tuturan masing-masing dan komunikasi berjalan baik, maka ragam informal tersebut “layak” untuk digunakan.

Dalam prakteknya, berbahasa dalam sehari-hari sangat mengandalkan konteks dan dengan demikian memungkinkan terjadinya variasi dalam penyampaiannya. Seseorang dapat melakukan elipsis atau pelesapan terhadap suatu poin dalam tuturannya jika penutur dan lawan tutur sudah paham konteks. Selain itu variasi lainnya dalam berbahasa sehari-hari sangat dimungkinkan untuk terjadi, selama kedua pihak yang terlibat dalam kegiatan berbahasa dapat saling memahami satu sama lain. Pelesapan seperti di atas mungkin terjadi dan memang percakapan seperti di atas yang banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.

Bahasa Inggris pun demikian adanya. Meskipun bahasa Inggris merupakan bahasa yang lebih mapan, bahasa Inggris juga mempunyai ragam informalnya, bahkan ragam informalnya lebih dari satu dan sangat dipengaruhi unsur kedaerahan. Misalnya, Anda pergi ke Amerika bagian utara dan selatan, pasti bahasa sehari-harinya masih bahasa Inggris tetapi terdengar cukup berbeda. Hanya saja, kita tahunya bentuk bakunya yang standar yang kita pelajari di sekolah. Karena kita belajarnya di sekolah, kita belajar bahasa yang baku. Kalau kita terjun langsung ke lapangan menjadi pendatang di Amerika kita akan belajar juga ragam-ragam bahasa Inggris yang sehari-hari dipakai di sana.

Dalam linguistik, situasi kebahasaan yang memungkinkan suatu masyarakat dalam suatu wilayah yang menggunakan beberapa ragam bahasa dalam kehidupannya dinamakan diglosia dan sangat lazim terjadi. Apalagi di Indonesia, bahasa Indonesia bukan bahasa ibu, maka dalam keseharian, penutur bahasa Indonesia menggunakan setidaknya dua ragam bahasa Indonesia (formal dan informal) dan bahasa daerahnya sebagai bahasa ibu.


Jadi dalam berbahasa, kita dapat menggunakan bahasa formal (baku) dan informal (tidak baku), karena satu bahasa mempunyai ragam bahasa yang mempunyai fungsi dan ranah pemakaiannya masing - masing. Untuk keperluan sehari-hari bahasa Indonesia yang kita pakai bersifat tidak baku (informal). Bahasa gaul, bahasa alay, yang kesemuanya merupakan ragam informalnya bahasa Indonesia hasil kreasi penutur bahasa. Sementara untuk urusan formal, acara kenegaraan atau keperluan akademis, kita kembali menggunakan bahasa Indonesia baku,kita tetap menggunakan bahasa baku sesuai KBBI, TBBBI, dan EYD.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar