Saya
tertarik untuk mengupas hal ini karena keprihatinan saya pada kualitas dan
prestasi Timnas Indonesia belakangan ini yang terus menurun. Sepakbola
merupakan olahraga yang paling banyak diminati oleh penduduk Indonesia yang
sudah mencapai 230 juta jiwa, namun selalu mengalami kesulitan menemukan 11
orang saja untuk membentuk Timnas Indonesia yang tangguh. Jangankan lolos ke
Piala Dunia 2010, untuk level Sea Games saja, Timnas U-23 kita yang diperkuat
oleh pemain-pemain profesional dari Liga Super, seperti Boaz Solossa dan Yongki
Ariwibowo, dipermalukan oleh kesebelasan dari tiga negara kecil yang hanya
diperkuat oleh pemain-pemain amatirnya. Timnas U-23 kita takluk 0-2 dari Laos,
1-3 dari Myanmar, dan ditahan imbang 2-2 oleh Singapura. Terakhir pada laga Pra
Piala Asia 2011 6 Januari, di kandang sendiri secara memalukan kita kalah oleh
Oman 1-2. Yang lebih menyedihkan lagi adalah kualitas permainan kita yang
sangat mengecewakan, sehingga untuk pertama kalinya sejak 1996 kita gagal lolos
ke Piala Asia.
Tentu timbul pertanyaan, mengapa hal tersebut bisa terjadi? Sebenarnya banyak faktor yang menjadi penyebab buruknya kualitas dan prestasi Timnas Indonesia, seperti masalah manajemen, fisik, disiplin, dan mental. Namun menurut pengamatan saya, faktor yang paling utama adalah faktor mental pemain. Pemain-pemain Timnas secara kualitas teknik individu sebenarnya masih lebih baik dibandingkan rata-rata pemain di Asia Tenggara, bahkan di level Asia, kualitas teknik individu pemain kita tidak kalah.
Banyak pemain Indonesia yang cukup dikenal dan dipuji karena kualitas teknik dan kecepatannya. Sebut saja Widodo Cahyono Putro yang pernah menjadi pencetak gol terbaik di Piala Asia 1996, kemudian Kurniawan Dwi Yulianto yang terkenal karena kecepatannya dan sempat bermain di Sampdoria dan FC Luzern. Bambang Pamungkas yang terkenal karena jumping dan heading-nya, dan juga tentunya Budi Sudarsono dan Boaz Solossa. Penjaga gawang Timnas, Markus Horison Ririhina bahkan menjadi salah satu nominator pemain terbaik Asia 2009.
Buruknya penampilan Timnas kita lebih pada mental pemain kita yang labil. Pemain kita sering mengalami demam panggung, kurang percaya diri ketika menghadapi Timnas negara lain yang dianggap lebih kuat, akibatnya mereka sulit untuk mengontrol emosi, permainan tidak berkembang, dan terbawa permainan lawan. Kondisi kompetisi di Liga Indonesia yang masih kurang sehat juga berpengaruh pada pembentukan mental pemain kita. Buruknya kepemimpinan wasit dan manajemen klub yang belum profesional juga berdampak buruk pada mental pemain kita. Oleh karenanya perlu dilakukan pembenahan yang nantinya diharapkan berdampak positif.
Pembenahan tersebut tentu membutuhkan waktu yang lama dan sulit diharapkan hasilnya dalam waktu dekat. Berangkat dari hal tersebut, untuk jangka pendek, terutama untuk persiapan Pra Piala Dunia 2014, nampaknya PSSI selaku otoritas sepakbola Indonesia perlu mencari solusi lain. Solusi instan yang bisa dilakukan adalah dengan meniru Amerika Serikat atau negara tetangga kita Australia. Sebagaimana kita ketahui, Timnas Australia dan Amerika Serikat dibentuk dengan menggunakan sebagian besar pemain-pemain yang bermain di liga-liga eropa, liga yang kompetisinya sudah maju dan sehat. Dengan menggunakan pemain-pemain Eropa yang masih berdarah Australia seperti, Harry Kewell, Mark Viduka, Mark Bresciano, dan Tim Cahill, Australia cukup sukses dengan keberhasilan mereka lolos ke Piala Dunia 2006 dan 2010.
Robin van Persie, Giovanni van Bronckhorst, John Heitinga, Wilfred Bouma, Denny Landzaat, Roy Makaay dan Radja Nainggolan, memang sudah tidak memungkinkan lagi untuk memperkuat Timnas Indonesia karena sudah memilih untuk memperkuat Timnas Belanda dan Belgia, namun masih banyak pemain blasteran lain yang patut dicoba dan dinaturalisasi. Selain Irfan Bachdim dan Sergio van Dijk yang sudah menyatakan kesediaannya, masih ada Donovan Partosoebroto yang bermain di Ajax Junior, Leroy Resodihardjo dari ADO Den Haag, Michael Timisela yang pernah bermain selama 5 musim di Ajax dan saat ini bermain di VVV-Venlo, Justin Tahapary dari FC Eindhoven, Edinho Pattinama dari NAC Breda, dan masih banyak lagi.
Tentu timbul pertanyaan, mengapa hal tersebut bisa terjadi? Sebenarnya banyak faktor yang menjadi penyebab buruknya kualitas dan prestasi Timnas Indonesia, seperti masalah manajemen, fisik, disiplin, dan mental. Namun menurut pengamatan saya, faktor yang paling utama adalah faktor mental pemain. Pemain-pemain Timnas secara kualitas teknik individu sebenarnya masih lebih baik dibandingkan rata-rata pemain di Asia Tenggara, bahkan di level Asia, kualitas teknik individu pemain kita tidak kalah.
Banyak pemain Indonesia yang cukup dikenal dan dipuji karena kualitas teknik dan kecepatannya. Sebut saja Widodo Cahyono Putro yang pernah menjadi pencetak gol terbaik di Piala Asia 1996, kemudian Kurniawan Dwi Yulianto yang terkenal karena kecepatannya dan sempat bermain di Sampdoria dan FC Luzern. Bambang Pamungkas yang terkenal karena jumping dan heading-nya, dan juga tentunya Budi Sudarsono dan Boaz Solossa. Penjaga gawang Timnas, Markus Horison Ririhina bahkan menjadi salah satu nominator pemain terbaik Asia 2009.
Buruknya penampilan Timnas kita lebih pada mental pemain kita yang labil. Pemain kita sering mengalami demam panggung, kurang percaya diri ketika menghadapi Timnas negara lain yang dianggap lebih kuat, akibatnya mereka sulit untuk mengontrol emosi, permainan tidak berkembang, dan terbawa permainan lawan. Kondisi kompetisi di Liga Indonesia yang masih kurang sehat juga berpengaruh pada pembentukan mental pemain kita. Buruknya kepemimpinan wasit dan manajemen klub yang belum profesional juga berdampak buruk pada mental pemain kita. Oleh karenanya perlu dilakukan pembenahan yang nantinya diharapkan berdampak positif.
Pembenahan tersebut tentu membutuhkan waktu yang lama dan sulit diharapkan hasilnya dalam waktu dekat. Berangkat dari hal tersebut, untuk jangka pendek, terutama untuk persiapan Pra Piala Dunia 2014, nampaknya PSSI selaku otoritas sepakbola Indonesia perlu mencari solusi lain. Solusi instan yang bisa dilakukan adalah dengan meniru Amerika Serikat atau negara tetangga kita Australia. Sebagaimana kita ketahui, Timnas Australia dan Amerika Serikat dibentuk dengan menggunakan sebagian besar pemain-pemain yang bermain di liga-liga eropa, liga yang kompetisinya sudah maju dan sehat. Dengan menggunakan pemain-pemain Eropa yang masih berdarah Australia seperti, Harry Kewell, Mark Viduka, Mark Bresciano, dan Tim Cahill, Australia cukup sukses dengan keberhasilan mereka lolos ke Piala Dunia 2006 dan 2010.
Robin van Persie, Giovanni van Bronckhorst, John Heitinga, Wilfred Bouma, Denny Landzaat, Roy Makaay dan Radja Nainggolan, memang sudah tidak memungkinkan lagi untuk memperkuat Timnas Indonesia karena sudah memilih untuk memperkuat Timnas Belanda dan Belgia, namun masih banyak pemain blasteran lain yang patut dicoba dan dinaturalisasi. Selain Irfan Bachdim dan Sergio van Dijk yang sudah menyatakan kesediaannya, masih ada Donovan Partosoebroto yang bermain di Ajax Junior, Leroy Resodihardjo dari ADO Den Haag, Michael Timisela yang pernah bermain selama 5 musim di Ajax dan saat ini bermain di VVV-Venlo, Justin Tahapary dari FC Eindhoven, Edinho Pattinama dari NAC Breda, dan masih banyak lagi.